Beberapakutipan di atas membuktikan bahwa Ustadz Hakim Abdat yang Wahabi, tidak memiliki data-data ilmiah yang dapat dipertanggung-jawabkan. Dan bahwa hadits dha'if, tidak hanya diterima dalam ranah fadha-ilul a'mal, dan sesamanya, akan tetapi diterima dalam konteks ahkam/hukum-hukum ketika hadits-hadits yang shahih tidak ada."
Didalam sebuah hadis disebutkan, "Barang siapa membaca surah At-Tiin hingga akhir surah, maka hendaknya sesudah itu ia menjawab, 'Balaa Wa Anaa 'Alaa Dzaalika Minasy Syaahidiina/tentu saja kami termasuk orang-orang yang menyaksikan akan hal tersebut.'"
HaditsHadits Tentang Hakim dan Kehakiman. Hadits-Hadits. 1. Hakim terdiri dari tiga golongan. Dua golongan hakim masuk neraka dan segolongan hakim lagi masuk surga. Yang masuk surga ialah yang mengetahui kebenaran hukum dan mengadili dengan hukum tersebut.
Adildan Kasih, Dua Sifat yang Dapat Bertentangan. Dua sifat Hakim Surono yang sepertinya bertentangan ialah kasih dan adil. Hal ini juga terdapat dalam sifat Allah. Allah Maha Adil (Al-'Adl) dan Maha Kasih (Al-Rahim). "Allah Maha Pemurah lagi Maha Penyayang" (Qs. 1:3). Dalam diri Allah dua sifat ini sempurna adanya.
LearnHadits on Twitter: ""Ketahuilah bahwa Allah tidak menerima shalat pemimpin yang tidak adil dan amanah." (Hadits Riwayat Hakim)" TELADAN RASULULLAH DALAM MEMENUHI JANJI DAN BERSIKAP ADIL Hakim yang Adil
Pemimpinyang tidak adil sudah pasti tidak disuka oleh rakyatnya sehingga berpotensi menimbulkan ketidakpatuhan sipil dan instabilitas. Dalam kaitan itu, Allah SWT dalam Surah Al Maidah, ayat 8, berfirman: اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى. Artinya: "Berlakulah adil karena adil itu lebih dekat kepada ketakwaan
pLep. 1. Hakim terdiri dari tiga golongan. Dua golongan hakim masuk neraka dan segolongan hakim lagi masuk surga. Yang masuk surga ialah yang mengetahui kebenaran hukum dan mengadili dengan hukum tersebut. Bila seorang hakim mengetahui yang haq tapi tidak mengadili dengan hukum tersebut, bahkan bertindak zalim dalam memutuskan perkara, maka dia masuk neraka. Yang segolongan lagi hakim yang bodoh, yang tidak mengetahui yang haq dan memutuskan perkara berdasarkan kebodohannya, maka dia juga masuk neraka. HR. Abu Dawud dan Ath-Thahawi 2. Lidah seorang hakim berada di antara dua bara api sehingga dia menuju surga atau neraka. HR. Abu Na'im dan Ad-Dailami 3. Barangsiapa diangkat menjadi hakim maka dia telah disembelih tanpa menggunakan pisau. HR. Abu Dawud 4. Allah beserta seorang hakim selama dia tidak menzalimi. Bila dia berbuat zalim maka Allah akan menjauhinya dan setanlah yang selalu mendampinginya. HR. Tirmidzi 5. Bila seorang hakim mengupayakan hukum dengan jujur dan keputusannya benar, maka dia akan memperoleh dua pahala. Tetapi bila keputusannya salah maka dia akan memperoleh satu pahala. HR. Bukhari 6. Janganlah hendaknya seorang wanita menjadi hakim yang mengadili urusan masyarakat umum. HR. Ad-Dailami 7. Salah satu dosa paling besar ialah kesaksian palsu. HR. Bukhari 8. Rasulullah Saw bersabda "Disejajarkan kesaksian palsu dengan bersyirik kepada Allah." Beliau mengulang-ulang sabdanya itu sampai tiga kali. Mashabih Assunnah 9. Nabi Saw mengadili dengan sumpah dan saksi. HR. Muslim 10. Maukah aku beritahukan saksi yang paling baik? Yaitu yang datang memberi kesaksian sebelum dimintai kesaksiannya. HR. Muslim 11. Pria paling dibenci Allah ialah orang yang bermusuhan dengan sengit. HR. Bukhari 12. Janganlah hendaknya seorang hakim mengadili antara dua orang dalam keadaan marah. HR. Muslim 13. Tidak halal darah dihukum mati seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga sebab. Pertama, duda atau janda yang berzina juga suami atau isteri. Kedua, hukuman pembalasan karena menghilangkan nyawa orang lain Qishas, dan ketiga, yang murtad dari Islam dan meninggalkan jama'ah. HR. Bukhari 14. Rasulullah Saw pernah memenjarakan seseorang karena suatu tuduhan kemudian dibebaskannya. HR. An-Nasaa'i 15. Sesungguhnya aku mengadili dan memutuskan perkara antara kalian dengan bukti-bukti dan sumpah-sumpah. Sebagian kamu lebih pandai mengemukakan alasan dari yang lain. Siapapun yang aku putuskan memperoleh harta sengketa yang ternyata milik orang lain saudaranya, sesungguhnya aku putuskan baginya potongan api neraka. HR. Aththusi 16. Seorang wanita di jaman Rasulullah Saw sesudah fathu Mekah telah mencuri. Lalu Rasulullah memerintahkan agar tangan wanita itu dipotong. Usamah bin Zaid menemui Rasulullah untuk meminta keringanan hukuman bagi wanita tersebut. Mendengar penuturan Usamah, wajah Rasulullah langsung berubah. Beliau lalu bersabda "Apakah kamu akan minta pertolongan mensyafa'ati untuk melanggar hukum-hukum Allah Azza Wajalla?" Usamah lalu menjawab, "Mohonkan ampunan Allah untukku, ya Rasulullah." Pada sore harinya Nabi Saw berkhotbah setelah terlebih dulu memuji dan bersyukur kepada Allah. Inilah sabdanya "Amma ba'du. Orang-orang sebelum kamu telah binasa disebabkan bila seorang bangsawan mencuri dibiarkan tanpa hukuman, tetapi jika yang mencuri seorang awam lemah maka dia ditindak dengan hukuman. Demi yang jiwaku dalam genggamanNya. Apabila Fatimah binti Muhammad mencuri maka aku pun akan memotong tangannya." Setelah bersabda begitu beliau pun kembali menyuruh memotong tangan wanita yang mencuri itu. HR. Bukhari 17. Bila dua orang yang bersengketa menghadap kamu, janganlah kamu berbicara sampai kamu mendengarkan seluruh keterangan dari orang kedua sebagaimana kamu mendengarkan keterangan dari orang pertama. HR. Ahmad 18. Kami bersama Rasulullah Saw dalam suatu majelis. Rasulullah bersabda "Berbai'atlah kamu untuk tidak syirik kepada Allah dengan sesuatu apapun, tidak berzina, tidak mencuri, dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya, kecuali dengan alasan yang benar. Barangsiapa menepatinya maka baginya pahala di sisi Allah dan barangsiapa yang melanggar sesuatu dari perkara-perkara itu maka dia dihukum dan itulah tebusannya kafarat. Namun barangsiapa yang melanggar perkara-perkara itu dan dirahasiakan oleh Allah maka persoalannya adalah di tangan Allah. Bila Dia menghendaki maka akan diampuniNya atau disiksaNya di akhirat." HR. Muslim 19. Hindarkanlah tindakan hukuman terhadap seorang muslim sedapat mungkin karena sesungguhnya lebih baik bagi penguasa bertindak salah karena membebaskannya daripada salah karena menjatuhkan hukuman. HR. Tirmidzi dan Al-Baihaqi 20. Barangsiapa menjauhi kehidupannya sebagai badui maka dia mengisolir dirinya, dan barangsiapa yang mengikuti perburuan maka dia akan lengah dan lalai. Barangsiapa yang mendatangi pintu-pintu penguasa maka dia akan terkena fitnah. Ketahuilah, seorang yang makin mendekatkan dirinya kepada penguasa akan bertambah jauh dari Allah. HR. Abu Dawud dan Ahmad - Unknown خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ artinya "Sebaik-Baik Kalian Adalah Orang Yang Belajar Al-Quran Dan Mengajarkannya."
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَاِنَّ الْمُقْسِطِيْنَ عِنْدَاللهِ عَلَى مَنَابِرَمِنْ نُوْرِيَمِيْنِ الرَّحْمَنِ الَّذِيْنَ يَعْدِلُوْنَ فِى حُكْمِهِمْ وَمَاوَلَّوْا رواه مسلم Artinya Rasulullah SAW bersabda “sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil di sisi Allah akan berada di pundak cahaya di sebelah kanannya, yaitu orang yang adil adalah mereka yang berlaku adil dalam mengambil keputusan hukum dan berlaku adil dalam mengambil keputusan hukum dan berlaku adil terhadap sesuatu yang diamanatkan kepadanya.” HR. Muslim dan Nasa’i Penjelasan dari hadits tersebut adalah sebagai berikut Adil, artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya secara seimbang, tidak berat sebelah. Maksudnya memperlakukan seseorang atau sesuatu sesuai dengan haknya dan tidak membeda-bedakannya. Orang yang berlaku adil semasa hidupnya akan mendapatkan kedudukan yang mulya di sisi Allah. Bersikap adil dalam berbagai hal dapat mewujudkan kehidupan yang sejahtera, tentram dan damai. Allah SWT menyerukan kepada orang-orang yang beriman agar menjadi penegak kebenaran. Ajaran Islam melarang hal memberikan kesaksikan palsu atau berat sebelah dalam suatu hal baik karena kasih sayang, ada hubungan kekeluargaan, teman dekat dan lain sebagainya. Kebenaran harus tetap ditegakkan demi terwujudnya suatu keadilan.
Hadits Nabi Muhammad tentang Hakim. Foto Ilustrasi Pengadilan JAKARTA - Nabi Muhammad SAW bersabda, "Hakim itu ada tiga macam, hanya satu yang masuk surga, sementara dua macam hakim lainnya masuk neraka. Adapun yang masuk surga adalah seorang hakim yang mengetahui al-haq kebenaran dan memutuskan perkara dengan kebenaran itu. Sementara hakim yang mengetahui kebenaran lalu berbuat zalim tidak adil dalam memutuskan perkara, maka dia masuk neraka. Dan seorang lagi, hakim yang memutuskan perkara menvonis karena 'buta' dan bodoh hukum, maka ia juga masuk neraka." HR. Abu Dawud. Dalam memahami hadits tersebut, Dosen PTIQ Ustaz Ahmad Ubaydi Hasbillah mengatakan, hadis tersebut menggunakan istilah qudlot, atau qadli. Secara umum arti hakim dalam redaksi hadis tersebut adalah adalah hakim. "Tapi itu biasanya untuk menyebut lebih luas lagi, bukan hanya hakim. Tapi juga perangkat-perangkatnya. Dan juga penegak hukum lainnya," kata Ustaz Ubaid saat dihubungi Republika, belum lama menjelaskan bahwa dalam ilmu metode memahami hadits, makna seperti itu dinamakan makna tadlamun. Yakni makna yang otomatis terkandung di dalam kata. Atau bisa juga sebagai jenis makna lawazim, yaitu perangkat-perangkat yang melekat pada suatu perkara itu memiliki status hukum yang sama dengan perkara tersebut Untuk itu dia menjelaskan bahwa semua jenis kejahatan atau penyalahgunaan kewenangan adalah bentuk kezaliman. "Jadi sudah masuk dalam hadits tersebut tergolong masuk neraka termasuk kejahatan/kecurangan lainnya oleg penegak hukum menerima suap, korupsi, dan lainnya. Meskipun ada hadits-hadits yang lebih spesifik tentang suap, korupsi, dan lainnya itu," ujarnya. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini
Hakim yang Adil dan Bijaksana] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسيAbu Muhammad HaritsEditor Eko Haryanto Abu Ziyad2013 - 1434الحاكم العادل باللغة الإندونيسية »حارث أبو محمدمراجعة أبو زياد إيكو هاريانتو2013 - 1434Hakim yang Adil dan BijaksanaSegala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh Shubhanahu wa ta’alla berfirmanقال الله تعالى ﴿ وَدَاوُۥدَ وَسُلَيۡمَٰنَ إِذۡ يَحۡكُمَانِ فِي ٱلۡحَرۡثِ إِذۡ نَفَشَتۡ فِيهِ غَنَمُ ٱلۡقَوۡمِ وَكُنَّا لِحُكۡمِهِمۡ شَٰهِدِينَ ٧٨ فَفَهَّمۡنَٰهَا سُلَيۡمَٰنَۚ وَكُلًّا ءَاتَيۡنَا حُكۡمٗا وَعِلۡمٗاۚ وَسَخَّرۡنَا مَعَ دَاوُۥدَ ٱلۡجِبَالَ يُسَبِّحۡنَ وَٱلطَّيۡرَۚ وَكُنَّا فَٰعِلِينَ ٧٩ وَعَلَّمۡنَٰهُ صَنۡعَةَ لَبُوسٖ لَّكُمۡ لِتُحۡصِنَكُم مِّنۢ بَأۡسِكُمۡۖ فَهَلۡ أَنتُمۡ شَٰكِرُونَ ٨٠ وَلِسُلَيۡمَٰنَ ٱلرِّيحَ عَاصِفَةٗ تَجۡرِي بِأَمۡرِهِۦٓ إِلَى ٱلۡأَرۡضِ ٱلَّتِي بَٰرَكۡنَا فِيهَاۚ وَكُنَّا بِكُلِّ شَيۡءٍ عَٰلِمِينَ ٨١ وَمِنَ ٱلشَّيَٰطِينِ مَن يَغُوصُونَ لَهُۥ وَيَعۡمَلُونَ عَمَلٗا دُونَ ذَٰلِكَۖ وَكُنَّا لَهُمۡ حَٰفِظِينَ ٨٢ ۞ ﴾ [الأنبياء 78-82]“Dan ingatlah kisah Dawud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya, dan Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu. Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum yang lebih tepat; dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Dawud. Dan Kami lah yang melakukannya. Dan telah Kami ajarkan kepada Dawud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu. Maka hendaklah kamu bersyukur kepada Allah. Dan telah Kami tundukkan untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang berembus dengan perintahnya ke negeri yang Kami telah memberkahinya. dan adalah Kami Maha Mengetahui segala sesuatu. Dan Kami telah tundukkan pula kepada Sulaiman segolongan setan yang menyelam ke dalam laut untuknya dan mengerjakan pekerjaan selain daripada itu, dan adalah Kami memelihara mereka itu.” al-Anbiya 78—82Dalam ayat-ayat yang mulia ini, Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman mengisahkan bagaimana keadilan dan kebijakan Nabi Dawud dan putranya, Sulaiman Alaihissalam, ketika keduanya memberi keputusan tentang sebidang kebun anggur yang dirusak oleh kambing milik kaumnya, yang tercerai-berai di malam hari tanpa ada seorang pun yang mengawasinya hingga merusak anggur-anggur Katsir Rhadiyallahu anhu menukil dari Abu Ishaq, dari Murrah, dari Ibnu Mas’ud Rhadiyallahu anhu, tentang firman Allah Shubhanahu wa ta’alla ini. Ibnu Mas’ud Rhadiyallahu anhu mengatakan, “Yaitu kebun anggur yang mulai tumbuh, lalu dirusak oleh kambing-kambing tersebut.”Ibnu Mas’ud Rhadiyallahu anhu melanjutkan, “Kemudian, Nabi Dawud Alaihissalam memutuskan agar kambing-kambing itu diserahkan kepada pemilik kebun anggur tersebut.” Nabi Sulaiman Alaihissalam yang melihat peristiwa itu, berkata, “Bukan demikian, wahai Nabi Allah.” “Kalau begitu, bagaimana?” tanya Nabi Sulaiman Alaihissalam berkata, “Anda serahkan kebun anggur itu kepada pemilik kambing agar dia mengurusi kebun tersebut hingga kembali seperti semula, dan Anda serahkan kambing-kambing itu kepada pemilik kebun anggur ini agar dia memperoleh sesuatu dari kambing tersebut. Apabila anggur-anggur itu sudah kembali seperti semula, Anda serahkan kembali kebun anggur kepada pemiliknya, dan kambing-kambing itu kepada pemiliknya.” Inilah maksud firman Allah Shubhanahu wa ta’alla“Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum yang lebih tepat.”Selain itu, agar kita tidak salah memahami—melalui ungkapan ini—seolah-olah ada bentuk merendahkan derajat Nabi Dawud Alaihissalam, Allah Shubhanahu wa ta’alla melanjutkan firman -Nya“Dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu.”Bahkan, pada ayat-ayat selanjutnya, Allah Shubhanahu wa ta’alla menerangkan keutamaan yang dimiliki oleh kedua nabi Allah Shubhanahu wa ta’alla yang mulia Nabi Dawud Alaihissalam memutuskan perkara dengan keadilan, sedangkan Nabi Sulaiman Alaihissalam memutuskannya dengan fadhl karunia, keutamaan. Allah Shubhanahu wa ta’alla memberi pujian kepada Nabi Sulaiman Alaihissalam atas keputusan beliau yang sangat tepat, sebagai taufik dari Allah Shubhanahu wa ta’alla, karena Allah mencintai rifq kelemah lembutan dalam segala hal. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah Rhadiyallahu anhu, beliau berkata, “Rasulullah Shalallhu alaihi wa sallam bersabdaقال رسول الله صلى الله عليه وسلم إِنَّ اللهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّهِ» [رواه البخاري]Sesungguhnya Allah Maha lembut, dan mencintai kelemahlembutan dalam segala hal’.” HR. BukhariKita pun tidak boleh lupa bahwa Nabi Sulaiman adalah putra Nabi Dawud Alaihissalam, sehingga setiap keutamaan yang diperoleh oleh Nabi Sulaiman Alaihissalam, tentu saja itu adalah keutamaan pula bagi Nabi Dawud Alaihissalam. Seorang hakim, jika dia berijtihad, kemudian keliru dalam keputusannya, dia memperoleh satu pahala. Kalau dia benar, dia menerima dua pahala. Ini dijelaskan dalam hadits Abdullah bin Amr bin al-’Ash rhadiyallahu anhu, dari Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabdaقال رسول الله صلى الله عليه وسلم إِذَا اجْتَهَدَ الْحَاكِمُ فَأَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا اجْتَهَدَ فَأَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ » [رواه البخاري ومسلم]“Apabila seorang hakim berijtihad, lalu dia benar, dia memperoleh dua pahala. Dan jika seorang hakim berijtihad, dan ternyata keliru, dia mendapat satu pahala.” HR. al-Bukhari 7352 dan Muslim 1716Dari Abu Hurairah Rhadiyallahu anhu, dia mendengar Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabdaقال رسول الله صلى الله عليه وسلم كَانَتِ امْرَأَتَانِ مَعَهُمَا ابْنَاهُمَا جَاءَ الذِّئْبُ فَذَهَبَ بِابْنِ إِحْدَاهُمَا فَقَالَتْ صَاحِبَتُهَا إِنَّمَا ذَهَبَ بِابْنِكِ. وَقَالَتِ اْلأُخْرَى إِنَّمَا ذَهَبَ بِابْنِكِ. فَتَحَاكَمَتَا إِلَى دَاوُدَ فَقَضَى بِهِ لِلْكُبْرَى، فَخَرَجَتَا عَلَى سُلَيْمَانَ بْنِ دَاوُدَ فَأَخْبَرَتَاهُ فَقَالَ ائْتُونِي بِالسِّكِّينِ أَشُقُّهُ بَيْنَهُمَا. فَقَالَتِ الصُّغْرَى لاَ تَفْعَلْ، يَرْحَمُكَ اللهُ، هُوَ ابْنُهَا. فَقَضَى بِهِ لِلصُّغْرَى » [رواه البخاري]“ Dahulu ada dua orang wanita bersama anak mereka masing-masing. Tiba-tiba datanglah seekor serigala membawa anak salah seorang dari mereka. Berkatalah seorang dari wanita itu kepada temannya, “Yang dibawa lari serigala adalah putramu.”Yang lain membantah, “Bukan. Yang dibawa serigala itu adalah putramu.” Akhirnya, keduanya mengajukan perkara mereka kepada Nabi Dawud Alaiahissalam. Lalu, beliau pun memutuskan perkara itu dengan memenangkan wanita yang lebih tua. Kedua wanita itu keluar menemui Nabi Sulaiman bin Dawud Alaiahissalam, lalu menceritakan perihal mereka. Setelah itu, Nabi Sulaiman Alaiahissalam berkata kepada orang-orang, “Ambilkan untuk saya pisau agar saya bisa membagi dua anak ini untuk mereka.”Tiba-tiba, wanita yang lebih muda berkata, “Jangan lakukan, semoga Allah merahmati Anda. Ini putranya.” Nabi Sulaiman pun memenangkan perkara untuk wanita yang lebih muda ini.” HR. Bukhari.Akhirnya, Nabi Sulaiman Alaiahissalam memutuskan bahwa anak itu adalah milik wanita yang lebih muda. Nabi Sulaiman Alaiahissalam sama sekali tidak bermaksud sungguh-sungguh ingin membelah bayi itu. Akan tetapi, beliau ingin mengetahui lebih jelas. Ibu bayi yang sesungguhnya tentu tidak rela bayi itu mati. Dia lebih suka bayi itu tetap hidup terpelihara walaupun tidak berada di sisinya. Adapun yang bukan ibu si bayi, tentu tidak keberatan bayi itu dibelah dua, sebab dengan demikian, mereka berdua sama-sama kehilangan bayi. Oleh sebab itulah, ketika menerima keputusan ini, wanita yang lebih tua dengan gembira menyetujui agar bayi itu dibelah dua, sedangkan yang lebih muda tidak. Naluri keibuan dan kasih sayangnya kepada sang putra mendorongnya untuk merelakan, biarlah bayi itu jauh dari sisinya, yang penting dia tetap hidup dan terawat, walaupun bukan di pangkuan ibu meratap iba, wanita muda itu berkata, “Jangan, wahai Nabi Allah. Jangan lakukan, semoga Allah merahmati Anda, biarlah. Itu putranya, serahkanlah kepadanya!”Perhatikanlah keputusan Nabi Sulaiman Alaiahissalam, yang mengakui bahwa bayi itu anak wanita yang lebih muda. Dari sini dapat disimpulkan bahwa jika tanda-tanda sebuah kebohongan terlihat jelas, tidak dapat dijadikan dasar hukum terhadap orang yang mengakuinya. Ada tidaknya pengakuan itu sama saja. Artinya, perkataan si wanita yang lebih muda bahwa bayi itu milik wanita yang lebih tua, tidak dapat diterima, sehingga Nabi Sulaiman Alaiahissalam justru memutuskan yang lebih mudalah yang wanita yang lebih tua ini tidak menolak andai kata bayi itu memang dibelah dua, karena dia kini sebatang kara, kehilangan anak. Kemudian, dia pun ingin wanita muda itu juga sama seperti dia, kehilangan anaknya. Akan tetapi, melihat kekhawatiran dan kasih sayang wanita muda itu kepada bayi tersebut, permohonannya agar bayi itu tetap hidup—walaupun di tangan ibu yang lain—daripada mati, justru memperkuat kesimpulan Nabi Sulaiman Alaiahissalam, bahwa adanya kasih sayang kepada bayi itu merupakan salah satu bukti bahwa wanita muda ini adalah ibu si bayi. Beliau pun yakin, melalui sikap menggampangkan dari wanita yang lebih tua, bahkan sangat mendukung agar bayi itu dibelah dua, bahwa wanita yang lebih tua ini bukanlah ibu si bayi. Oleh sebab itu, beliau pun mengambil bayi tersebut dan menyerahkannya kepada wanita yang lebih muda. Jadi, keputusan yang dibuat Nabi Dawud Alaiahissalam dengan memenangkan perkara wanita yang lebih tua adalah berdasarkan data-data yang terlihat lahiriah, karena bayi itu ada di tangan wanita yang lebih tua. Kadang-kadang, ujian yang diberikan, seperti yang dilakukan Nabi Sulaiman Alaiahissalam itu amat diperlukan. Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam pernah memerintahkan Ali untuk membunuh seorang laki-laki yang dikebiri buah pelirnya dengan tujuan hendak menampakkan kebersihan orang tersebut dari tuduhan dan menampakkan bahwa tuduhan yang muncul dari sekadar melihat tidaklah sepenuhnya benar. Seperti itu pula yang terjadi dalam kisah penyembelihan Nabi Ismail oleh ayahandanya, Ibrahim Alaiahissalam. Dikatakan bahwa dalam peristiwa ini, Allah Shubhanahu wa ta’alla ingin menguji Nabi Ibrahim Alaiahissalam, sejauh mana beliau menyambut dan siap melaksanakan perintah Allah Shubhanahu wa ta’alla itu walaupun melalui mimpi. Wallahu a’ kisah ini terlihat betapa tajam firasat Nabi Sulaiman Alaiahissalam, dan alangkah jeniusnya beliau dalam menyimpulkan satu keputusan hukum melalui indikasi dan tanda-tandanya. Di balik itu semua, yang harus diyakini adalah bahwa para nabi itu juga manusia biasa, seperti kita. Kadang, mereka memutuskan persoalan sebagaimana yang terlihat oleh mereka dengan ijtihad yang khusus dan bukan wahyu. Dari sinilah, pernah diriwayatkan oleh Ummu Salamah, beliau mengatakan, “Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabdaقال رسول الله صلى الله عليه وسلم إِنَّمَا أنا بَشَرٌ، وَإنَّكُمْ تَخْتَصِمُونَ إلَيَّ، وَلَعَلَّ بَعْضَكُمْ أَنْ يَكُونَ أَلْحَنَ بِحُجّتِهِ مِنْ بَعْضٍ، فَأَقْضِيَ لَهُ بِنَحْوِ مَا أَسْمَعُ، فَمَنْ قَضَيتُ لَهُ بِحَقِّ أَخِيهِ فَإِنَّما أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنَ النَّارِ » [رواه البخاري ومسلم]Saya hanya seorang manusia biasa, sementara kalian mengajukan perkara kalian kepada saya. Bisa jadi, sebagian kalian lebih pandai mengemukakan alasannya daripada yang lain, lalu saya memenangkan perkaranya sesuai dengan apa yang saya dengar. Oleh sebab itu, siapa yang saya menangkan perkaranya, dengan membawa hak saudaranya, berarti saya telah memberinya sepotong api neraka’.” HR. al-Bukhari dan MuslimIbnu Daqiqil Ied Rhadiyallahu anhu berkata, “Ini adalah dalil untuk memberlakukan hukum sesuai dengan data yang terlihat lahiriah sekaligus memperlihatkan kepada manusia bahwa Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam adalah sama seperti manusia lainnya. Meskipun ada perbedaan antara beliau dengan manusia biasa dalam hal penampakan terhadap perkara gaib yang diberikan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla kepada beliau. Itu pun dalam hal-hal yang khusus, bukan hukum-hukum yang umum….”Artinya, bisa saja seorang nabi keliru dalam memutuskan sesuatu di antara umatnya. Akan tetapi, jika ijtihad itu keliru, Allah Shubhanahu wa ta’alla akan meluruskannya. Adapun dalam hal penyampaian ajaran, seorang nabi tidak akan keliru. Dengan demikian, hal ini tidak menggugurkan kemaksuman mereka sama sekali. Alangkah jauhnya kita dibandingkan mereka, padahal kita mengaku mengikuti jalan mereka. Sering, tanpa periksa, hanya dengan mengandalkan kepercayaan kita kepada yang membawa berita atau keterangan, kita memutuskan sebuah perkara, padahal masalahnya tidaklah demikian. Akhirnya, timbul perselisihan di antara sesama kaum hal yang dapat kita ambil pula dari kisah dua wanita ini ialah bahwa rasa dengki membuat hati menjadi mati. Karena dengki, wanita yang lebih tua kehilangan naluri keibuannya, sehingga rela mengorbankan bayi tak berdosa’ demi memuaskan keinginan dirinya. Karena dengki pula setan yang terkutuk berusaha sekuat tenaganya menyeret manusia agar menemaninya di neraka. Karena dengki pula orang-orang Yahudi berusaha menghancurkan kaum muslimin, di antaranya dengan melepaskan kaum muslimin dari keyakinan kisah ini bermanfaat.
Menjadi seorang hakim bukanlah pekerjaan yang bisa dianggap enteng. Rasulullah SAW bersabda, ”Apabila seorang hakim duduk ditempatnya sesuai dengan kedudukan hakim adil, maka dua malaikat membenarkan, menolong dan menunjukkannya selama ia tidak menyeleweng, apabila menyeleweng, maka kedua malaikat meninggalkannya” HR. Al-Baihaqi Rasulullah –shallallahu’alaihi wasallam– memperingatkan umatnya agar berhati-hati dalam mengemban amanat itu, renungkanlah sabda beliauالقضاة ثلاثة واحد في الجنة واثنان في النار. فأما الذي في الجنة فرجل عرف الحق فقضى به ورجل عرف الحق فجار في الحكم فهو في النار ورجل قضى للناس على جهل فهو في النار [رواه أبو داود واللفظ له 3573 والترمذي 1322 وابن ماجه 2315 وصححه الألباني]“Qadhi penentu keputusan itu ada tiga, satu di surga dan dua di neraka. Yang di surga adalah Qadhi yang tahu kebenaran lalu memberikan keputusan dengannya. Sedang Qadhi yang tahu kebenaran lalu zhalim dalam keputusannya, maka ia di neraka. Begitu pula, Qadhi yang memberi keputusan tanpa ilmu, ia di neraka” HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, di-shahih-kan oleh Al Albani.من ولي القضاء أو جعل قاضيا بين الناس فقد ذبح بغير سكين [رواه أبوداود 3571 والترمذي واللفظ له 1325 وابن ماجه 2308, قال الألباني حسن صحيح]“Barangsiapa dijadikan sebagai qadhi penentu keputusan diantara manusia, maka sungguh ia telah disembelih dengan tanpa menggunakan pisau benda tajam” HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Al Albani mengatakan Hasan Shahih’.Baca jugaShalat Malam Sebelum TidurKeutamaan Shalat Sunnah RawatibMacam – Macam Shalat SunnahManfaat Shalat TarawihHukum Shalat Shubuh KesianganNamun seorang hakim dalam Islam hanya bisa dianggap hakim jika ia menegakkan hukum Islam atau syariat Islam. Sebagaiamana firman Allah SWTوَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ“Apapun yang kalian perselisihkan, maka hukumnya dikembalikan pada Allah” QS. Asy-Syura10فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ“Apabila kalian berselisih dalam suatu perkara, maka kembalikanlah kepada Allah Al Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya, jika benar kalian beriman kepada Allah dan Hari Akhir” QS. An-Nisa’59وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ… وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ… وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ“Barangsiapa berhukum dengan selain hukum yang diturunkan-Nya Syariat Islam, mereka itulah orang-orang fasiq” QS. Al-Ma’idah 47… “Barangsiapa berhukum dengan selain hukum yang diturunkan-Nya Syariat Islam, mereka itulah orang-orang zhalim” QS. Al-Ma’idah 45… “Dan barangsiapa berhukum dengan selain hukum yang diturunkan-Nya Syariat Islam, mereka itulah orang-orang kafir” QS. Al-Ma’idah 44 yakni kufur asghar, yang tidak mengeluarkan seseorang dari Agama Islam, jika ia masih berkeyakinan wajibnya berhukum dengan syariat islam, lihat lebih lanjut Tafsir Ibnu Katsir, 3/119Baca jugaMencari Ketenangan dalam IslamCara Agar Keinginan Cepat TerkabulCara Membersihkan NajisHukum Keluar Air Mazi Bagi PerempuanTidur Dalam Islamأَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ“Apakah Hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki?! Siapakah yang lebih baik hukumnya dari Allah, bagi orang-orang yang meyakini agamanya?!” QS. Al-Ma’idah 50Sedangkan menurut komisi tetap untuk penelitian ilmiyah dan fatwa Saudi Arabia, yang diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan “Adapun pengacara di negara yang memberlakukan UU buatan manusia yang bertentangan dengan syariat islam, makaa Setiap pembelaannya terhadap kesalahan, -padahal ia tahu akan kesalahan itu- dengan memanfaatkan UU buatan manusia yang ada, maka ia kafir jika meyakini bolehnya hal itu atau menutup mata meski bertentangan dengan Alquran dan Assunnah. Sehingga gaji yang diambilnya pun haram.b Setiap pembelaannya terhadap kesalahan, padahal ia tahu kesalahan itu, tapi ia masih meyakini bahwa tidakannnya itu haram, dan ia mau membelanya karena ingin mendapatkan bayaran darinya, maka ia telah melakukan dosa besar, dan bayaran itu tidak halal jugaShalat dalam KendaraanHukum Shalat Shubuh KesianganDosa Meninggalkan Shalat SubuhKeutamaan Shalat Tahiyatul MasjidDosa Meninggalkan Shalat SubuhCara Shalat Jamakc Adapun jika ia membela orang yang ia pandang di pihak yang benar sesuai dengan dalil-dalil syariat, maka amalnya berpahala, salahnya diampuni, dan berhak mendapat bayaran dari pembelaan itu.d Begitu pula jika ia menuntut hak untuk saudaranya yang ia pandang berhak memilikinya, maka ia dapat pahala, dan berhak dengan bayaran sesuai kesepakatan yang ada” Fatwa Lajnah Da’imah, fatwa no 1329Adapun adab sebagai seorang hakim dalam Islam adalah sebagai berikut1. Mendengarkan laporan dari kedua belah pihakRasulullah Shalallahu Alaihi Wassallah bersabda, “Jika ada dua orang mengajukan suatu perkara kepadamu maka janganlah engkau memutuskan hukum kepada orang pertama hingga engkau mendengar perkataan orang kedua, niscaya engkau akan mengetahui bagaimana engkau memutuskan hukum.” Riwayat Tirmizi.2. Paham hukum IslamAllah berfirman, ”Hendaklah engkau menghukum antara mereka menurut pengaturan yang diturunkan Allah.” Al-Maidah 49. Maka seorang hakim dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang hukum Islam secara Mampu bersikap adilAllah berfirman, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik – baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”An Nisa 58Baca jugahukum mengucapkan selamat natal dalam islamhari natal menurut islamhukum menelan makanan ketika sholathukum mendengar kajian onlinehukum menyembelih ayam di bulan ramadhanhukum menunda haid di bulan ramadhanRasulullah bersabda, “Barang siapa yang menjadi hakim lalu menghukumi dengan adil, niscaya ia akan dijauhkan dari kejelekan tidak mendapat pahala dan juga siksa. Lalu apa yang aku harapkan setelah itu.” [HR. Tirmidzi Berhati lembutImam Mohammad bin Ahmad al – Sarakhsi berkata “Seorang Hakim haruslah orang yang lemah lembut tapi kelembutannya tidak boleh menyebabkan nya menjadi lemah dalam memutuskan perkara dan kekuatannya tidak boleh membuatnya menjadi keras dalam menghadapi orang – orang pencari keadilan.”5. Tidak boleh berharap jabatanحَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ إِسْرَائِيلَ عَنْ عَبْدِ الْأَعْلَى عَنْ بِلَالِ بْنِ أَبِي مُوسَى عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَأَلَ الْقَضَاءَ وُكِلَ إِلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أُجْبِرَ عَلَيْهِ يُنْزِلُ اللَّهُ عَلَيْهِ مَلَكًا فَيُسَدِّدُهُ“Barangsiapa meminta untuk dijadikan hakim maka ia akan dibebankan atas dirinya dalam mengemban tugasnya, namun barangsiapa dipaksa tidak atas kehendak dirinya untuk menjadi hakim, maka Allah akan menurunkan malaikat untuk menolong & membimbingnya dalam kebenaran.” [HR. Tirmidzi beberapa kriteria hakim yang sesuai dengan syariat Islam. Begitu beratnya tanggung jawab dan resiko untuk menjadi seorang hakim, maka jika Anda adalah seorang hakim mulailah untuk menjalankan kewajiban dan tanggung jawab Anda sesuai dengan syariat Islam.
hadits tentang hakim yang adil